Rabu, 10 Agustus 2011

Tradisi Masyarakat Islam Yang Bersumber Dari Ajaran Agama Hindu (bagian 1)



Banyak upacara adat yang menjadi tradisi di beberapa lingkungan masyarakat Islam yang sebenarnya tidak diajarkan dalam Islam. Tradisi tersebut ternyata bukan bersumber dari agama Islam, tetapi bersumber dari agama Hindu. Agar lebih jelasnya dan agar umat Islam tidak tersesat, marilah kita telah secara singkat hal-hal yang seolah-olah bermuatan Islam tetapi sebenarnya bersumber dari agama Hindu.

1. Tentang Selamatan yang Biasa Disebut GENDURI [Kenduri atau Kenduren]
Genduri merupakan upacara ajaran Hindu. [Masalah ini] terdapat pada kitab sama weda hal. 373 (no.10) yang berbunyi “Antarkanlah sesembahan itu pada Tuhanmu Yang Maha Mengetahui”. Yang gunanya untuk menjauhkan kesialan.


“Sloka prastias mai pipisatewikwani widuse bahra aranggaymaya jekmayipatsiyada duweni narah”. 
[Hal ini] bertentangan dengan  Firman Allah :”Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.” (QS. Adz-Dzariyat [51]:57)

Juga terdapat pada kitab siwa sasana hal. 46 bab ‘Panca maha yatnya’. Juga terdapat pada Upadesa hal. 34, yang isinya:
a. Dewa Yatnya [selamatan]
Yaitu korban suci yang [secara] tulus ikhlas ditujukan kepada Sang Hyang Widhi dengan jalan bakti sujud memuji, serta menurut apa yang diperintahkan-Nya (tirta yatra) metri bopo pertiwi.
b. Pitra Yatnya 
Yaitu korban suci kepada leluhur (pengeling-eling) dengan memuji [yang ada] di akhirat supaya memberi pertolongan kepada yang masih hidup.
c. Manusia Yatnya 
Yaitu korban [yang] diperuntukan kepada keturunan atau sesama supaya hidup damai dan tentram.
d. Resi Yatnya 
Yaitu korban suci [yang] diperuntukan kepada guru atas jasa ilmu yang diberikan (danyangan).
e. Buta Yatnya 
Yaitu korban suci yang diperuntukan kepada semua makhluk yang kelihatan maupun tidak, untuk kemulyaan dunia ini (unggahan).

[Hal ini] bertentangan dengan Firman Allah :”Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".(QS. Al-Baqoroh[2]:170)
[Lihat juga QS. Al-Maidah[5]:104, Az-Zukhruf [43]:22)

Tujuan dari yang [disebutkan] di atas merupakan usaha untuk meletakkan diri pada keseimbangan dalam hubungan diri pribadi dengan segala ciptaan Tuhan, [serta] untuk membantu kesucian/penghapus dosa.

[Hal ini] bertentangan dengan Firman Allah : ”Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” (QS. Az-Zumar [39]:2). Periksa juga surat 18: 110, 39: 65, 16: 36, 7: 59,65,73,85, 4: 116, 6: 88, 17: 39.

2. Tentang Sesajen
“Makiyadi sandyan malingga renbebanten kesaraban kerahupan dinamet deninhuan keletikaneng rinubebarening………..”

Sesajen tujuannya memberi makan leluhur pada waktu hari tertentu atau dilakukan pada setiap hari.
[Dilakukan] untuk memberikan keselamatan kepada yang masih hidup, juga persembahan kepada Tuhan yang telah memberikan sinar suci kepada para Dewa. Karena pemujaan tersebut dianggap mempengaruhi serta mengatur gerak kehidupan, bagi mereka yang masih menginginkan kehidupan [dan] hasil/rezeki di dunia akan mengadakan pemujaan dan persembahan ke hadapan para Dewa. [Hal ini] juga terdapat pada kitab Bagawatgita hal. 7 no. 22, yang artinya “Diberkati dengan kepercayaan itu, dia mencari penyebab apa yang dicita-citakan”.

[Masalah ini] bertentangan dengan Firman Allah : ”Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim."(QS. Yunus [10]:106) Periksa juga surat Ghofir :60.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar